Saturday, 30 January 2010

SAJAK JARINGAN ISLAM TRADISIONAL

Oleh: Khoirul Taqwim

 

Melihat kursi yang terbuat dari bamboo

Sambil kuhisap rokok ditangan kiriku

Mataku berkedip sesaat

Saat ada air yang menetes dari daun  talas

Tanganku bergetar kencang

Pertanda tradisi lagi bongkar pasang

 

Terlihat dari jauh udara

Tipuan budaya menghantam

Seolah-olah dewa penyelamat

Dengan tongkat barat

Tak lupa angin dari timur tengah

Tak mau ketinggalan kalah

Rebut kekuasaan

Cara hakim menghakimi

Selalu datang

Tanpa ada hati rasa

Rasio kebenaran

Selalu jadi obrolan

Bahasa langit tak lupa digambarkan

Sebagai kebenaran absolut

Jika tak sesuai dengannya

Dia bilang dengan tegas

Ini tak mutu

Sesat harusnya taubat

Yang lebih parah lagi

Sebutan kafir murtad

Tak ketinggalan keluar dari mulut maut

Sang pahlawan tipu

 

Kusedu kopiku sejenak

Menerawang keangkasa nan jauh diatas atap

Terlihat pancaran bermuka dua

Kutengok sejenak

Hilang seketika

Ditelan kabut awan

Tradisi pribumi

Jadi gunjingan harian

Barat maupun timur tengah

Bawa jimat mantra

Jika pribumi tak sesuai

Maka pengadilan palsu kan datang

 

O……Masyarakat tradisional

Berkata sederhana lewat udara

Apa kau tak tahu

Bahwa aku berbeda dari engkau

Aku berawal dari kebiasaan harianku

Bukan dari apa yang kamu konsep

Jangan menghakimi aku

Walau aku tak sepaham engkau

Tepa selira kuangkat kedepan

Bukan barat ketupat yang jadi acuan

Apalagi timur tengah yang jadi panduanku

Tapi pribumi kujadikan jati diriku

Sebagai lambang keperkasaan

Kemenangan melawan ketidak-adilan

PENYEBAB KEMISKINAN MASYARAKAT DESA

Oleh: Khoirul Taqwim

 

Permasalahan kemiskinan dinegeri ini secara historis tidak ada habisnya, begitu kompleksnya kemiskinan yang ada dalam kehidupan masyarakat desa, menurut Sorjono Soekonto mengartikan tentang kemiskinan sebagai suatu keadaan dimana seseorang tidak sanggup memelihara dirinya sesuai dengan taraf kehidupan kelompok dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga, mental maupun fisiknya dalam kelompok tersebut.


Kenyataan menunjukkan bahwa kemiskinan masih terdapat pada penduduk negara-negara berkembang termasuk di Indonesia. Kemiskinan sering dihubungkan dengan keterbelakangan dan ketertinggalan. Di samping itu kemiskinan juga merupakan salah satu masalah social yang amat serius. Untuk mencari solusi yang relevan dalam pemecahan masalah kemiskinan, perlu dipahami sebab musabab dan menelusuri akar permasalahan kemiskinan itu, agar dapat digali potensi sebenarnya yang terkandung dalam sumberdaya masyarakat pedesaan.


Kemiskinan pada hakekatnya adalah situasi serba kekurangan yang terjadi bukan karena dikehendaki oleh si miskin, tetapi karena tidak bisa dihindari dengan kekuatan yang ada padanya. Kemiskinan antara lain ditandai dengan sikap dan tingkah laku yang menerima keadaan yang seakan-akan tidak bisa diubah, yang tercermin di dalam lemahnya kemauan untuk maju, rendahnya produktivitas, ditambah lagi oleh terbatasnya ,modal yang dimiliki, rendahnya pendidikan dan terbatasnya kesempatan untuk berpartisipasi dalam pembangunan.

 

Sebelum lebih jauh membahas tentang masyarakat desa, lebih dulu mengetahui pengertian desa atau pedesaan, menurut Sutardjo Kartohadikusuma: “Desa adalah suatu kesatuan hukum dimana bertempat tinggal suatu masyarakat pemerintahan sendiri”. Menurut Bintarto: “Desa merupakan perwujudan atau kesatuan geografi, sosial, ekonomi, politik, dan kultural yang terdapat di sit u(suatu daerah) dalam hubungannya dan pengaruhnya secara timbal-balik dengan daerah lain. 

 

Sedangkan masyarakat pedesaan menurut Ferdinand Tonies: “Masyarakat pedesaan adalah masayarakat gemeinschaft (paguyuban), dan paguyubanlah yang menyebabkan orang-orangkota menilai sebagai masyarakat itu tenang harmonis, rukun dan damai dengan julukan masyarakat yang adem ayem.

 

Penyebab kemiskinan di pedesaan ada dua faktor antara lain

 

!). Faktor alamiah antara lain berupa kondisi lingkungan tempat tinggal. Seseorang yang tinggal di daerah tandus, relatif besar peluangnya untuk menjadi miskin karena ketidakmampuan daya dukung lingkungan dalam memenuhi kebutuhan hidup minimal orang bersangkutan.

 

2).Faktor penyebab kemiskinan yang kedua adalah kebudayaan. Edward Burnett Tylor mendefinisikan kebudayaan sebagai kompleks keseluruhan yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, hukum, moral, kebiasaan, dan lain-lain kecakapan dan kebiasaan yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat. 

 

Jadi penyebab kemiskinan di pedesaan diantaranya adalah:

 

1) Masyarakat pedesaan dalam berwirausaha terbentur kurangnya modal, rendahnya tingkat pendidikan dan pengetahuan masyarakat pedesaan.

 

2) Sulitnya merubah pola perilaku ekonomi yang konstruktif di tingkat pedesaan miskin dalam pemenuhan kebutuhan minimal sehari-hari,

 

3) Adanya hubungan antara pola perilaku ekonomi yang  destruktif dalam kehidupan masyarakat desa, dengan tingkat kesejahteraan rendah dalam kehidupan masyarakat miskin pedesaan.

 

 4) Kurangnya perhatian dan peran pemerintah dan pihak swasta dalam menanggulangi kemiskinan di tingkat pedesaan. 

MEMBANGUNAN MASYARAKAT PINGGIRAN


Oleh: Khoirul Taqwim

 

Permasalahan tentang kemiskinan merupakan warisan sejarah yang tak kunjung usai, sebab dari dahulu kala sampai saat ini terus berlangsung secara terus menerus. Pada masa lalu umumnya masyarakat menjadi miskin bukan karena kurang pangan, tetapi miskin dalam bentuk minimnya kemudahan atau materi. Dari ukuran kehidupan modern pada masa kini mereka tidak menikmati fasilitas pendidikan, pelayanan kesehatan, dan kemudahan-kemudahan lainnya yang tersedia pada jaman modern.

 

Kemiskinan sebagai suatu penyakit sosial ekonomi yang tidak hanya dialami oleh negara-negara yang sedang berkembang, tetapi juga negara-negara maju, seperti Inggris dan Amerika Serikat. Negara Inggris mengalami kemiskinan di penghujung tahun 1700-an pada era kebangkitan revolusi industri yang muncul di Eropah. Pada masa itu kaum miskin di Inggris berasal dari tenaga-tenaga kerja pabrik yang sebelumnya sebagai petani yang mendapatkan upah rendah, sehingga kemampuan daya belinya juga rendah. Mereka umumnya tinggal di permukiman kumuh yang rawan terhadap penyakit sosial lainnya, seperti prostitusi, kriminalitas, pengangguran.

 

Kemiskinan dapat dibedakan menjadi tiga pengertian: kemiskinan absolut, kemiskinan relatif dan kemiskinan kultural. Seseorang termasuk golongan miskin absolut apabila hasil pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan, tidak cukup untak memenuhi kebutuhan hidup minimum: pangan, sandang, kesehatan, papan, pendidikan. Seseorang yang tergolong miskin relatif sebenarnya telah hidup di atas garis kemiskinan namun masih berada di bawah kemampuan masyarakat sekitarnya. Sedang miskin kultural berkaitan erat dengan sikap seseorang atau sekelompok masyarakat yang tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupannya sekalipun ada usaha dari fihak lain yang membantunya.

 

Keberadaan masyarakat miskin bisa menjadi hambatan terbesar bagi pembangunan itu sendiri. Pemberdayaan keluarga lewat peningkatan kualitas anggota keluarga menjadi solusi masyarakat keluar dari kemiskinan. Sedangkan kemiskinan pada hakekatnya adalah situasi serba kekurangan yang terjadi bukan karena dikehendaki oleh si miskin, tetapi karena tidak bisa dihindari dengan kekuatan yang ada padanya. Kemiskinan antara lain ditandai dengan sikap dan tingkah laku yang menerima keadaan yang seakan-akan tidak bisa diubah, yang tercermin di dalam lemahnya kemauan untuk maju, rendahnya produktivitas, ditambah lagi oleh terbatasnya ,modal yang dimiliki, rendahnya pendidikan dan terbatasnya kesempatan untuk berpartisipasi dalam pembangunan.

 

Jadi kemiskinan itu sendiri merupakan hambatan pembangunan, untuk itu perlu adanya kebijakan secara cerdas dan memberi terobosan dalam penyelesaian tentang adanya kemiskinan ditengah-tengah kehidupan masyarakat,. Solusi yang tepat sasaran sangat dibutuhkan agar penyelesaian kemiskinan dapat dituntaskan atau paling tidak dapat diminimalisir secara cepat dan tepat.

 

Keberhasilan pembangunan apabila didukung semua pihak baik dari masyarakkat secara luas dan pemerintah sebagai pengelola negara. maka dibutuhkan dorongan dan dukungan dari semua pihak diantaranya adalah:

 

1.  Partisipasi Rakyat

      Partisipasi rakyat merupakan salah satu prinsip umum pembangunan dalam tatanan politik demokrasi baru di Indonesia. Gagasan dari partisipasi rakyat juga ditekankan dalam UU No. 22 tentang Otonomi Daerah, sebagai salah satu prinsip pedoman untuk Otonomi Daerah. Salah satu argumen utama dalam mendukung gagasan dari partisipasi rakyat ini adalah penghargaan bahwa rakyat dapat lebih berpartisipasi dalam pengambilan keputusan pada masalah-masalah yang berkaitan dengan kesejahteraan mereka. Manifestasi yang paling tampak dari partisipasi rakyat dalam pemerintahan daerah dewasa ini adalah terbentuk dan giatnya LSM-LSM, Lembaga Pengabdian pada Masyarakat dari Berbagai Perguruan Tinggi (LPM-Perguruan Tinggi) dan Asosiasi-Asosiasi dalam Lingkup Dunia Usaha (misal: KADINDA) yang ada. Umumnya menangani masalah-masalah Ekonomi, Lingkungan, Kesehatan, KKN dan Pembangunan Perkotaan/pedesaan, Kemiskinan dan lain sebagainya. Lembaga-lembaga ini tidak diragukan lagi mempunyai andil besar dalam memberikan dampak perubahan pada bidang pengambilan kebijakan yang dibuka oleh demokratisasi.

 

2. . Menggugah Kepedulian Bersama terhadap Kemiskinan

      Harapan tercapainya gerakan bersama dalam upaya menanggulangi kemiskinan ini dapat terwujud bila Warga-Miskin menyadari kemampuan dan potensi yang dimilikinya dapat dikembangkan dan dipergunakan untuk memperbaiki kondisi kehidupannya dan Warga-Peduli-Kemiskinan memiliki jiwa kerelawanan, berpihak dan bersatu padu dengan warga miskin untuk bersama-sama memikirkan, merumuskan cara, bertindak dan terus mengevaluasi diri.

 

3. Menuju Tata Pemerintahan yang Berpihak pada Masyarakat Pinggiran

      Era Otonomi Daerah saat ini mendorong penyempurnaan pengambilan kebijakan dan tindakan Pemerintah Daerah. Hal ini juga mendorong Pemerintah Daerah menjadi lebih responsif terhadap kebutuhan masyarakatnya, kualitas pelayanan publik yang lebih baik, terciptanya dinamika pembangunan yang kondusif untuk perbaikan kondisi ekonomi dan peningkatan upaya penanggulangan kemiskinan.

 

Membangun masyarakat pinggiran diantaranya adalah:

 

1. Menggiatkan kegiatan per-ekonomian masyarakat pinggiran yang berpedoman pada pencapaian ketahanan pangan seperti usaha mikro kecil menengah (UMKM).

 

2. Seharusnya pemerintah membangun infrastruktur daerah pinggiran yang masih jauh tertinggal dengan daerah kota yang lebih maju. Terutam membangun di pedesaan dan pinggiran kota yang masih banyak masyarakatnya yang belum menikmati jalan yang beraspal baik. Apalagi akibat banjir yang datang setiap tahun, banyak infrastruktur di daerah pinggiran yang rusak. Terutama sarana jalan raya. Dan menggalakkan pembangunan pelayanan kesehatan, pendidikan, Listrik masuk desa, dan pembangunan infrastruktur lainnya yang berhubungan untuk kesejahteraan masyarakat pinggiran.

 

3. Saat ini ini masyarakat Intelektual cenderung menumpuk di pusat kota. Jarang dari mereka hidup berbaur dengan masyarakat pelosok desa yang minim sarana dan prasarana. Perlunya membangun dan meningkatkan sumber daya manusia di pinggiran kota dan desa-desa dengan cara menugaskan tenaga-tenaga yang andal baik dari bidang pendidikan, kesehatan dan usaha untuk terjun dan tinggal di pinggiran kota dan desa-desa, yaitu untuk hidup bermasyarakat bersama-sama memajukan desa. Ini antara lain dengan menggalakkan belajar dengan cara mendirikan taman bacaan di desa, melatih dan menggiatkan wirausaha desa, mendirikan pelayanan kesehatan di pusat-pusat desa dan pinggiran kota.

Wednesday, 27 January 2010

FORUM MASYARAKAT PINGGIRAN

Oleh : Khoirul Taqwim

 

Tamparan keras ini

Tak sekeras halilintar kemarin

Yang membuat dinding rumah roboh

Yang membuat kampung mencekam


Tamparan keras ini

Bukti bahwa aku ada

Tentang rasa sakit ini

Tak sekeras sakitnya mereka

Mereka yang teraniaya sosial

Mereka yang kelaparan

Mereka yang yatim piatu

Tak punya bapak ibu

Jalan suram jadi kehidupannya

Iringi langkah sisa-sisa nafas nyawa

 

Tamparan keras ini

Tak sekeras masyarakat marginal

Tersingkir dari negeri sendiri

Mengemis dijalanan

Bertahan hidup

Kematian

Tinggal menghitung jari telunjuk


Tamparan keras ini

Tak sekeras masyarakat pinggiran

Yang terus menahan perut kosong membuta

Yang terus teraniaya dalam hidup

Benar-benar rasa

Meghujam keseluruh penjuru alam

Tanpa henti sedetik

Langkah menuju matinya nafas terpenggal

 

Forum masyarakat pinggiran

Tertampar keras ini

Adanya kemelaratan

Adanya ketidak adilan

Adanya kesewenang-wenangan

 Adanya diskriminasi

 Adanya beragam menyimpang

 Semua tertumpuk dalam pedih benak sanubari

PERSPEKTIF JARINGAN ISLAM TRADISIONAL TERHADAP LIBERALISME

Oleh : Khoirul Taqwim

 

Liberalisme merupakan produk yang berasal dari barat yang berusaha menutup kebebasan masyarakat pribumi, agar di dalam suatu wilayah tersebut dapat membuka diri sesuai dengan kepentingan masyarakat barat, tindakan ini bahkan mengarah keranah wilayah agama dan wilayah-wilayah sosial yang lain .

 

Gerakan liberalisasi mengusik agama ketika mereka menuduh aliran yang tidak sesuai dengan kepentingannya di anggap sebagai penghambat kemajuan oleh para kaum liberalis yang sering menyebut masyarakat tersebut dengan bahasa heterodoksi, bahasa heterodoksi dari kata Yunani “orthodoxos”. “Orthos” artinya lurus atau lempang. “Doxa” artinya pendapat atau dogma, sehingga heterodoksi adalah pendapat atau dogma “lain” (hetero) yang dianggap menyimpang dari ajaran yang benar atau ajaran tersebut tidak lurus (menyesatkan). Lawan dari heterodoksi adalah ortodoksi dan secara istilah ortodoksi adalah ajaran atau dogma yang benar.

 

Sebelum membahas lebih jauh tentang liberalisme, lebih dahulu kita pahami tentang Liberalisme yang berkaitan dengan kata Libertas (bhs. latin) yang artinya kebebasan, dan Liberalisme mencakup banyak aliran yang berbeda artinya di bidang politik, ekonomi dan keagamaan, yang berpangkal tolak pada kebebasan orang-perorangan terhadap kekuasaan , sedangkan menurut Owen Chadwik Kata “Liberal” secara harfiah artinya bebas (free) dan terbuka, artinya “bebas dari berbagai batasan” (free from restraint).

 

Lahirnya Liberalisme merupakan bentuk pembuktian siapa yang kuat mereka yang berkuasa, tentunya ini menyalahi dari kodrat manusia yang seharusnya mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan. Sampai sekarang komunitas Islam Liberal makin melebarkan sayapnya hingga ke perguruan-perguruan tinggi Islam di Indonesia. Dampak hadirnya Islam Liberal kita bisa lihat lewat peristiwa-peristiwa menyedihkan seperti penghinaan terhadap masyarakat yang berseberangan dengan pemikirannya dengan bahasa fundamentalis, konservatif , bahkan sering mengatakan tidak logis terhadap pemikiran yang tidak sejalan dengannya, tentu ini merupakan cermin kebebasan ala barat yang bertujuan pengaburan kebenaran.

 

Masyarakat tradisional yang masih mempercayai adanya kekuatan diluar manusia, dianggap ketinggalan zaman dan perlu dihakimi dengan simbol masyarakat yang tak waras atas konsep ilmiah, tentu ini menyalahi norma-norma dalam kehidupan masyarakat pribumi yang saat ini sebagian masyarakatnya masih ada yang mempercayai keberadaan mitologi. Penghakiman Liberalisme terhadap masyarakat tradisional merupakan bentuk penolakan terhadap ajaran masyarakat pribumi, Paham liberal selalu memakai kedok kebebasan, tetapi kebebasan yang diangkat Jaringan Islam Liberal cenderung mengarah westernisasi. Tujuan ini merupakan salah satu cara penjajahan tradisi yang berupaya memasukkan paham liberal dengan mengganti paham tradisional yang ada dalam kehidupan masyarakat pribumi.

 

Jaringan Islam Tradisional merupakan wadah yang lebih arif dalam menyikapi keberadaan masyarakat pribumi, kepercayaan apapun yang ada di tengah-tengah kehidupan masyarakat merupakan multi kultur dalam berpikir maupun mempercayai apa yang diyakini dalam jiwa dan pikiran, sebab manusia mempunyai perbedaan dan keberagaman dalam menyikapi permasalahan dalam meletakkan fondasi dasar yang tepat untuk kehidupannya.

 

Liberalisme yang digaungkan masyarakat teologi adalah salah satu pemikiran agama yang menekankan penyelidikan agama yang berlandaskan norma diluar otoritas tradisi. Liberalisme adalah keinginan untuk dibebaskan dari paksaan kontrol dari luar dan secara konsekwen bersangkutan dengan motivasi dari dalam diri manusia. Jadi liberalisme mengingkari adanya norma-norma tradisi yang lebih menekankan tepa selira (tenggang rasa), tetapi dengan adanya kebebasan individu maupun kelompok tentu akan melahirkan penjajahan yang bersifat hukum rimba (siapa yang kuat dia yang menang), sehingga Liberalisme yang dibawa Jaringan Islam Liberal cenderung mengarah westernisasi yang seolah-olah memberikan angin surga, padahal mereka ingin menjinakkan masyarakat pribumi, agar ekspansi masyarakat barat lebih mudah masuk dalam wilayah masyarakat yang masih memegang tradisi pribumi.

 

Sumber daya alam merupakan salah satu tujuan, dengan memberikan pemahaman liberalisme sudah dapat di pastikan kekayan alam dan tradisi akan hilang ditelan dogma liberalisasi, penjajahan liberalisme saat ini terus mengarah kewilayah budaya, bahkan teologi yang seharusnya sacral secara tradisi pribumi, sekarang mulai dihilangkan lewat jalur pembenaran diri lewat akal, padahal manusia mempunyai hati dan pikiran, jadi tataran agama tidak sekedar pikiran belaka, tetapi hati juga masuk dalam ranah religi, untuk itu pembenaran diri yang bersifat logika akal, belum tentu dapat diterima dalam logika jiwa.

 

C.G Jung pernah bertemu dengan masyarakat Indian, saat ditanya tentang logika, dia mengatakan hati adalah logikanya, jadi ada masyarakat yang lebih mempercayai jiwa dibanding akal, inilah keberagaman dalam kehidupan masyarakat yang seharusnya menjadi kekayaan pemikiran, bukan malah melakukan pembenaran diri yang menuduh kelompok tertentu yang tidak sesuai dengan pemikirannya dianggap konservatif, fundamentalis, heteredoksi maupun simbol-simbol lain yang bersifat negative.

 

Kelompok liberal sering mengatakan terjadinya perselisihan agama dan kemundurannya selalu dituduhkan kepada kelompok yang tidak sesuai dengan kepentingannya. Sebenarnya liberalisme merupakan paham kekuasaan yang mengarah ekspansi sosial, budaya, ekonomi, politik, agama maupun bidang-bidang lain yang dianggap mempunyai peran kekuasaan, dengan kedok-kedok seolah-olah pembebasan dari paham eksklusif (ketertutupan), padahal mereka sendiri yang terjebak dalam watak inheren dalam ortodoksi yang mengarah kepada “closure” dan “enclosure“, alias ketertutupan dan sekaligus juga penutupan diri, sebab mereka tidak mengakui adanya kebhinekaan (keberagaman) diluar dirinya, dan Kelompok-kelompok yang berpandangan di luar kerangka pemikiran liberalnya, mereka menganggap orang-orang demikian adalah heterodoks yang hanya mengikuti hawa nafsu mereka sendiri .

 

Liberalisme beranggapan mempunyai andil memperbaiki beberapa kekeliruan Konservativisme ekstrim, ia tidak memberi jalan keluar yang lebih baik, malah nafas kebebasan itu berangsur-angsur membawa manusia kepada peninggian diri dan akhirnya makin menafikan tradisi pribumi dalam bentuk Liberalisme yang makin ekstrim. Yang menjadi persoalan liberalisme ekstrim yang sudah mengarah keranah ekspansi dalam segala bidang, sehingga sudah dapat dipastikan penjajahan ala liberalisme lebih membahayakan dalam kehidupan bermasyarakat, sebab westernisasi dalam fakta sejarah Indonesia telah merenggut jutaan masyarakat pribumi dipaksa menghilangkan nafas (dibunuh), kurang lebih 350 tahun bangsa pribumi dijajah bangsa barat (belanda dan sekutunya).

 

Bila para kaum liberalis secara gamblang tampak ingin menghancurkan pilar-pilar kemanusiaan dalam peradaban pribumi, justru di sini para kaum tradisionlis ingin menyelamatkan agama, karena terbukti liberal bukanlah penawar yang tepat bagi kekerasan dalam beragama. dan Kaum tradisionalis juga yang lebih tepat sebagai altenatif  penawar terhadap pandangan kaum khilafah yang mengarah kegerakan ekstrimisme agama yang ingin memasukkan budaya timur tengah dengan jalan kekerasan atau jalan apapun yang bertentangan dengan idiologi kebangsaan masyarakat pribumi.

KEBIJAKAN JARINGAN ISLAM TRADISIONAL DALAM MENYIKAPI TRADISI

Oleh: Khoirul Taqwim

 

Kebijakan JIT dalam menyikapi tradisi pribumi lebih mengedepankan tepa selira (tenggang rasa), sebab bagimanapun juga tradisi merupakan warisan leluhur yang perlu dilestarikan dan dimajukan, kita sebagai anak bangsa yang sudah seharusnya berusaha semaksimal mungkin menjaga dan memajukan tradisi yang ada dalam kehidupan masyarakat, agar tercipta nilai-nilai yang terkandung dalam kehidupan masyarakat pribumi yang lebih arif dan bijak, sehingga tradisi pribumi mampu lebih progress dalam mengarungi kehidupan zaman, dan tradisi pribumi agar tidak tergantikan oleh tradisi barat maupun bangsa lain yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa kita.

 

Sebelum memberi pandangan tentang kebijakan JIT terhadap tradisi, terlebih dahulu memberikan pengertian tentang tradisi itu sendiri, agar dapat memahami apa itu Tradisi ? pengertian tradisi yaitu: gambaran sikap dan perilaku manusia yang telah berproses dalam waktu lama dan dilaksanakan secara turun-temurun. Dan tradisi dipengaruhi oleh kecenderungan untuk berbuat sesuatu dan mengulang sesuatu sehingga menjadi kebiasaan dalam kehidupan masyarakat.

 

Pandangan Jaringan Islam Tradisional tentang kehidupan bermasyarakat, tidak hanya ekspresi syari’ah yang memberikan eksistensi ditengah-tengah keberagaman, tetapi memberikan pandangan tentang eksistensi diberbagai sistem sosial, dan pandangan JIT lebih kompleks tentang kehidupan sosial, yaitu merupakan ekspresi nilai-nilai Islam dengan nuansa yang luas dan target yang lebih jelas.

 

Nilai-nilai tradisi masyarakat diantaranya: Kerjasama atau Tolong menolong diantara sesama manusia dalam kehidupan bermasyarakat merupakan nilai-nilai yang agung (mulia) yang sudah lama berjalan didalam kehidupan masyarakat tradisional.

 

Masyarakat tradisional secara nyata membentuk tatanan atas dasar pandangan hidup tepa selira sebagai wujud menuju keadilan sosial, tanpa menghakimi kelompok-kelompok lain yang berseberangan dengan pemikirannya, sebab kebhinekaan merupakan bagian jati diri bangsa yang harus dijaga dan di hormati.

 

Masyarakat tradisional tidak menyukai adanya keserakahan pihak-pihak tertentu yang ingin mengambil (monopoli) kekayaan yang ada dalam masyarakat pribumi, apalagi terjadi adanya pembunuhan tradisi yang dianggap sacral, sebab bagimanapun itu merupakan khazanah budaya yang diwariskan para leluhur, penolakan tersebut atas dasar memajukan tradisi sendiri di banding memakai tradisi bangsa lain yang tidak sesuai dengan karakter masyarakat pribumi.

 

Keadilan sosial merupakan tujuan masyarakat pribumi, agar tercipta keberlangsungan hidup yang lebih layak, untuk itu tradisi yang dibangun masyarakat liberal yang cenderung mengarah kesistem kapitalisme, tentu itu tidak sesuai dengan nilai-nilai masyarakat pribumi yang lebih menekankan nilai-nilai kemanusiaan, dibanding kepentingan individu yang melahirkan keserakahan dan cenderung mengarah pengingkaran nilai-nilai kemanusiaan yaitu tentang keadilan sosial yang seharusnya dikedepankkan, bukan memperkaya diri tanpa memperdulikan kehidupan masyarakat yang tidak mampu dari segi ekonomi.

 

Langkah-langkah Kebijakan jaringan Islam tradisional dalam menyikap tradisi yaitu:

 

1.      Mendorong kemajuan tradisi yang ada dalam kehidupan masyarakat pribumi, dengan cara memberikan perlindungan dari penghakiman budaya luar yang ingin melakukan tindakan destruktif (merusak) tradisi masyarakat, baik dari paham Liberalisme ala barat, maupun Khilafah ala timur tengah atau tradisi-tradisi dari bangsa-bangsa lain yang ingin menjajah dan mengganti Induk dari tradisi masyarakat pribumi.

 

JIT bagaimanapun juga mengakui keberagaman masyarakat tradisional, oleh sebab itu JIT menentang adanya monopoli tradisi luar yang membahayakan eksistensi masyarakat tradisonal, apalagi mengganti induk keberadaan tradisi masyarakat pribumi, tentu itu merupakan pembunuhan karakter yang sangat membahayakan dalam kehidupan masyakat.

 

 

2.      Mengembangkan kompetensi masyarakat dengan tujuan agar tercipta tradisi yang lebih maju, dengan menggali tradisi yang sudah ada dalam kehidupan masyarkat, dan agar dapat mengetahui bahwa tradisinya lebih berharga dibanding tradisi bangsa lain yang cenderung tidak sesuai dengan kepribadian masyarakat pribumi, sebab watak masyarakat sudah mendarah daging dalam kehidupannya, sehingga apabila induk kebangsaan terganti oleh sistem luar yang cenderung menjajah, tentu akan menghilangkan makna tradisi masyarakat pribumi tersebut.

 

 

3.      Pada dasarnya pemikiran JIT (Jaringan Islam Tradisional) bertujuan untuk memajukan tradisi yang berasal dari pribumi, dengan cara mengelola melalui pengorganisasian dan lebih mengedepankan Fondasi dasar JIT yaitu tepa selira (tenggang rasa) sebagai wujud mengakui adanya perbedaan yang ada ditengah-tengah kehidupan masyarakat,

 

4.       Membuat pengawasan terhadap tradisi luar yang mencoba merusak tradisi masyarakat pribumi, Liberalisme, teokrasi maupun isme-isme lain yang dipaksakan masuk dalam tradisi pribumi,  padahal tradisi tersebut tidak sesuai dengan karakter bangsa pribumi, maka JIT akan menolak Ide-ide luar tersebut.

 

     Tradisi luar yang ada saat ini, baik berangkat dari Liberalisme maupun paham lain yang lebih cenderung menghakimi tradisi pribumi dengan dalil modern maupun religi, yang sebenarnya telah dibelokkan dari kepentingan kemanusiaan, tetapi sudah dimasuki ranah politik kepentingan mereka, tentu itu menyalahi hakikat kemanusiaan masyarakat pribumi.

 

Paham dari luar yang sering menyesatkan baik dengan cara pendekatan rasio (akal) maupun pendekatan agama, padahal kepentingan mereka adalah politik dan mengambil kekayaan masyarakat pribumi, tentu itu merupakan penjahan ala masyarakat luar yang seolah-olah menjadi juru penyelamat, padahal mereka menginginkan sumber daya alam dari bangsa  pribumi, Liberalisme dan paham Khilafah dianggap menyalahi induk dari adanya kebhinekaan yang di junjung tinggi masyarakat tradisional, sebab tradisi luar tersebut bertentangan dengan jati diri masyarakat pribumi.

 

Paham liberal maupun khilafah sering menghakimi masyarakat pribumi atas nama politik maupun atas nama lainnya, dengan menuduh konservatif, fundamentalis dan yang lebih parah lagi menganggap sesat dan mengkhafirkan keberadaan tradisi pribumi, JIT tentunya akan menolak pandangan tradisi yang demikian,

 

Jaringan Islam Tradisional akan memberikan pendapat tentang tradisi luar yang berusaha merusak eksistensi masyarakat pribumi, sebab cara tersebut sudah melanggar nilai-nilai tepa silira yang dibangun masyarakat tradisional.

 

Kebijakan Jaringan Islam Tradisional dalam melakukan tindakan manajemen dengan sistem pengawasan merupakan suatu bentuk proses menjaga atau memfilter pemikiran luar yang cenderung merugikan kepentingan masyarakat pribumi, sebab paham luar tersebut mempunyai tujuan mengambil induk dari eksistensi paham masyarakat pribumi.

 

Keberadaan JIT yakni berusaha memajukan tradisi dengan cara menggali tradisi pribumi itu sendiri yang lebih kreatif dan inovatif, tanpa menghilangkan nilai-nilai tepa selira yang dibangun masyarakat tradisional sejak pendahulu kita, dengan cara melihat dan menggali kondisi masyarakat pribumi, agar tidak hilang nilai-nilai luhur yang terkandung dalam kehidupan masyarakat tersebut.

LAHIRNYA JARINGAN ISLAM TRADISIONAL

Oleh: Khoirul Taqwim

 

JIT (Jaringan Islam Tradisioanal) merupakan wadah kearifan budaya lokal dalam menyikapi kehidupan masyarakat, jadi pandangan JIT terhadap masyarakat tradisional sudah sejalan dengan masyarakat pribumi sejak zaman dahulu kala. dengan konsep tepa selira ( tenggang rasa ) sebagai jalan menciptakan kerukunan antar umat beragama.

 

Terjadinya peperangan antar agama atau antar keyakinan disebabkan adanya ajaran luar yang dipaksakan melalui pembenaran diri tanpa melihat jati diri masyarakat pribumi, untuk itu solusi tentang peyakit masyarakat tidak serta merta mengambil dari bangsa barat maupun bangsa lain.

 

Sejarah sudah menunjukkan bahwa bangsa barat tidak ada itikad baik untuk melakukan perubahan yang konstruk, malah yang terjadi destruktif dalam kehidupan masyarakat. untuk itu JIT (aringan islam tradisional) lahir sebagai wadah memfilter pemikiran barat yang cenderung sampah yang dimasukkan lewat dunia campus (pendidikan) maupun dalam kehidupan masyarakat pribumi (nyata), apalagi liberal yang mengedepankan nilai-nilai ekspansi yang jelas bertentangan dengan masyarakat tradisional.


Liberal mengatakan dia membela minoritas, tetapi minoritas yang dibela adalah masyarakat kapitalis dan masyarakat yang menganggap rendah tradisi pribumi, sebagai masyarakat pribumi sangat menolak pemikiran yang menyudutkan budaya masyarakat pribumi, dan pemikiran Liberal ala barat yang sudah jelas tidak sesuai dengan jati diri masyarakat tradisional (pribumi), merekapun menganggap bahwa masyarakat pribumi yang tidak sesuai dengan pemikiran mereka dianggap mempunyai pola pikir konservatif (kolot ), mereka mencoba meluruskan pemikiran kolot tersebut yang seolah-olah mereka sebagai hakim yang menganggap masyarakat konservatif bersalah dan perlu diluruskan melalui pemikiran mereka, tentu ini menyalahi kebhinekaan yang di bangun bangsa pribumi yang menghargai pendapat orang lain atau mengakui keberadaan kelompok tertentu. Jadi Liberal menganggap bahwa idiologi yang berseberangan dengan dirinya di anggap sebagai pemahaman Konservatif dan Fundamentalis.

 

Yusuf awaluddin memaparkan tentang Masyarakat tradisional dianggap penghambat bagi kemajuan peradaban manusia, khususnya bagi orang Barat dan antek-anteknya. Oleh karena itu masyarakat tradisional harus ditertibkan pola fikirnya mengikuti pola fikir mereka. Sebagai pintu gerbangnya pendidikan telah dijadikan jalur utama untuk menata pola fikir yang sesuai dengan kehendak mereka. Hal itu sebenarnya tidak masalah jika dilandasi dgn semangat kebersamaan dan keadilan. Alih-alih keadilan justru masyarakat tradisional hanya diberikan ilmu pengetahuan sampah, yang dinegaranya sendiri tidak dipakai. Liberarisme, modernisme dan masih banyak lagi ilmu-ilmu sampah yang dibuang di negera kita ini. Lebih parahnya lagi, tujuan mereka hanyalah untuk maling kekayaan SDA kita seraya menjinakan masyarakatnya dgn memberikan terlebih dahulu sampah-sampah ilmu pengetahuan.

 

Sedangkan menurut Revo Jaringan Islam liberal merupakan simbol peradaban barat (imperialisme) yang di gaungkan di negeri kita ( ulil absar abdalla), padahal gerakan JIL tidak sesuai dengan peradaban masyarakat kita yang lebih manusiawi dibanding para liberal, untuk itu Jaringan Islam tradisional dengan segenap pemikiran dan jiwa berupaya menggali dari daerah kita sendiri di banding dari bangsa penjajah.

 

Liberal adalah bentuk penjajahan budaya dan yang lebih menakutkan bentuk penjajahan ekonomi yang lebih mengarah menuju gerakan kapitalisme, inilah yang di bangun masyarakat liberal dalam menancapkan idiologi di indonesia.


Sehingga masyarakat desa pojok-pojok kota tersingkirkan oleh paham liberal, lebih jelasnya jadi korban liberal, untuk itu JIT (jaringan islam Tradisional) berupaya melawan gerakan JIL di negeri kita.

 

Menurut Shalauddin Nusantara Masyarakat tradisional saatnya melakukan suatu gerakan yang lebih memasyarakat (membumi), karena kita tahu aliran Islam yang ada saat ini (JIL), cenderung lupa jati dirinya sendiri, yang malah keterlaluan mengaku diri seorang liberal, padahal dia lahir dari masyarakat timur yang cenderung tradisional, tentu ini menyalahi jati dirinya, sebagai masyarkat yang seharusnya memperkaya diri lewat budaya yang di gariskan sejak dulu kala, malah dia mengadopsi pemikiran barat yang jelas berseberangan dengan pemikiran jati diri bangsa. Kita semua tahu sejarah VOC dengan sistem liberal (kapitalisme) melakukan penjajahan, inilah suatu bukti bahwa bahwa barat adalah bangsa penjajah masyarakat pribumi. Dengan mengambil konsep Liberal, berarti mendukung adanya penjajahan bangsanya sendiri, apalagi Liberal di kaitkan agama, tentu akan menjadi rusaknya esensi agama, khususnya agama yang dianut masyarakat tradisional, jadi siapa yang mengingkari tradisi kelahiran, berarti dia telah hidup di dua lingkaran, jasad pribumi, tetapi pikirannya menjadi penjajah tradisinya sendiri. Kaitan Liberal dengan penjajahan sangat berkaitan, sebab liberal itu sendiri lahir dari bangsa penjajah, inilah yang mengakibatkan rusaknya msayarakat pribumi, baik dari segi sosial, budaya, maupun ekonomi, tentu sungguh ironis keadaan masyarakat pribumi yang menjadi korban liberalisasi yang berujung sistem kapitalisme.

 

Bahkan Yusuf awaluddin dalam pemaparannya mengatakan JIL skrg maju salah mundur apalagi, kesalahan terbesarnya ada pada label LIBERAL itu sendiri. sudah jelas-jelas Wapres boediono yg tidak pernah mengaku neoliberal saja namanya sudah rusak gara-gara diklaim sebagai neo-liberal, tetapi jaringan Islam liberal malah mengaku diri seorang liberal, Tetapi mereka sudah terlambat apabila ingin mundur.

 

Liberal ditolak oleh Jaringan Islam Tradisional karena sudah mengarah kewilayah politik, sosial dan budaya, apalagi masuk kewilayah ekonomi yang sudah dipastikan akan terjadi ekspansi ekonomi kapitalis, siapa yang paling kuat dia akan memenangkan pertarungan ekonomi dan menindas masyarakat yang lemah (terjadi hukum rimba). Tentu ironis apabila paham tersebut terus berkembang dan meluas di negeri kita, pasti masyarakat pribumi akan menjadi tumbal dari gerakan Liberal.

 

Jaringan Islam Liberal melalui pendekatan agama yang seolah2 memberikan angin segar (keselamatan) ternyata mereka hanya membawa kabar kebohongan besar, sebab mereka sendiri menolak ide yang diakuinya sendiri seperti Pluralitas (keberagaman), dengan menghakimi kelompok-kelompok tradisional yang di anggap konservatif dan kelompok-kelompok yang masih percaya mitologi (mistik), mereka mencoba mengahakimi tanpa melihat keberagaman yang terjadi di tengah-tengah kehidupan masyarakat pribumi,  jadi JIL tidak mengakui keberadaan kelompok yang tidak sesuai dengan kepentingannya, tentu itu bertentangan dengan budaya pribumi yang mengedepankan salaing menghargai dan menghormati kelompok-kelompok tertentu.

 

Sedangkan JIT (jaringan Islam Tradisional) lebih arif dalam menyikapi masyarakat yang dianggap JIL sebagai penghambat kemajuan, karena bagaimanapun masyarakat tersebut bagian dari tradisi masyarakat pribumi, itu merupakan perwujudan cara kita menghargai khazanah budaya dan kepercayaan sebagian masyarakat yang mempercayai adanya mitologi (mistik), dan itu merupakan suatu wujud cara kita menghargai sesama manusia, bukan malah menghakimi dan berupaya meluruskan pola pikir mereka yang tidak sesuai dengan kepentingan JIL, sehingga seolah-olah JIL sebagai juru penyelamat, padahal itu merupakan pengingkaran atas kelompok lain, yaitu mengingkari kebhinekaan (keberagaman) masyarakat, bahwa masyarakat tercipta dengan berbeda-beda dalam memahami segala sesuatu lewat jiwa maupun pikiran.

 

Jaringan Islam liberal mengakibatkan adanya kebebasan individu tanpa melihat norma-norma pribumi yang ada dalam kehidupan masyarakat, dalam artian paham liberal secara nyata telah dirasakan masyarakat desa dan pinggir2 kota sebagai korban yang termarginalkan dari paham liberal tersebut, sehingga kemiskinan merajalela dengan adanya liberalisasi dalam kehidupan masyarakat, untuk itulah itulah Jaringan Islam Tradisional lebih memilih menggali budaya dari pribumi sendiri di banding budaya liberal yang jelas-jelas lahir dari rumusan masyarakat barat yang ingin menjajah lewat budaya dan melalui pencucian otak kita yang dijejali dengan dalil-dalil modern.

 

Liberalisasi akan mengakibatkan eksploitasi sumber daya alam secara besar-besaran terhadap kekayaan yang dimiliki masyarakat pribumi, tentunya demi kepentingan masyarakat barat dan antek-anteknya. Dari Tulisan di atas sudah dapat dipastikan sangat merugikan masyarakat tradisional, apabila tidak segera dibendung melalui gerakan yang lebih mengedepankan kepentingan masyarakat pribumi.

 

Yusuf Awaluddin mengatakan Mabok metodologi, begitu julukan yang pas untuk kaum Liberal, seperti halnya para pendahulu mereka. Sekarang mereka (kaum liberal) sedang mabok hermeunetik. Kerancauan nalar mereka tdk terletak pada seperangkat paradigma yang mereka bawa dari luar. Akan tetapi kerancauan fikiran mereka terjadi akbat kekurangan data-data lapangan. Sehingga, ketika mereka berbicara konteks untuk menafsiri teks (selayaknya dlm hermenuetik) sebenarnya mereka telah berbohong, karena tak ada data yg mereka suguhkan. Untuk itulah teks harus dibenturkan dgn data2 lapangan (realitas empiris) sehingga agama bisa dipahami sebagai rahmatan lil alamin.

 

Kerancuan pemikiran  JIL membawa agama yang seharusnya sacral dalam ranah masyarakat tradisional, mereka malah menafsiri secara arogan pembenaran diri (kelompok JIL), tanpa mengakui eksistensi kelompok lain, dengan cara menghakimi kepercayaan pribumi yang bersifat mitologi atau konservatif, dan tidak mengindahkan nilai-nilai tepa selira (tenggang rasa) yang dianut masyarakat pribumi, seharusnya masyarakat tersebut di akui sebagai nilai-nilai kemanusiaan dalam kehidupan beragama, malah JIL ingin memberangus kepercayaan yang di anggap tidak sejalan dengan pemikiran mereka, tentu itu menyalahi konsep pluralitas yang diagungkan mereka sendiri.

 

Pokok-pokok terbentuknya JIT ( Jaringan Islam Tradisional ) :

 

1. JIT ( Jaringan Islam Tradisional ) merupakan suatu bentuk penolakan penjajahan Intelektual, Sosial Budaya, agama, Ekonomi dan segala bentuk penjajahan yang berkedok apapun, tanpa melihat jati diri masyarakat tradisional dan menolak adanya gerakan  penyeragaman lewat pemaksaan dan penghakiman terhadap masyarakat Pribumi.

 

2. JIT (  Jaringan Islam Tradisional ) tak lepas melihat kondisi masyarakat pribumi yang saat ini menjadi obyek perebutan ideologi bangsa barat maupun bangsa lain yang mencoba menjajah dengan pemaksaan dan penghakiman masyarakat pribumi, khususnya masyarakat tradisional.

 

3. JIT ( Jaringan Islam Tradisioanal ) sebagai simbol perlawanan masyarakat tradisional terhadap ketidak adilan dan menolak adanya pengingkaran keberagaman ditengah-tengah kehidupan masyarakat pribumi.

 

4. JIT ( Jaringan Islam Tradisional ) tak lepas dari putaran politik antara Liberal ala barat, dan Khilafah yang didengungkan ala Timur tengah, dan JIT memposisikan sebagai poros tengah antara paham Liberal dan Paham Khilafah.

 

5. JIT ( Jaringan Islam Tradisonal ) sebagai bentuk penolakan paham dari luar yang bersifat imperialisme, dan JIT  sebagai simbol masyarakat pribumi dalam menyikapi keberagaman (Kebhinekaan) di tengah-tengah kehidupan masyarakat dan sebagai simbol perlawanan terhadap Imperialisme (kolonialisme).

 

6. JIT ( Jaringan Islam Tradisional ) lahir sebagai Filter pemikiran luar yang berusaha masuk dalam Tradisi masyarakat, dan JIT menentang keras adanya pergeseran nilai-nilai budaya pribumi yang terus dirong-rong oleh sebagian Idiologi yang memaksakan diri masuk kewilayah masyarakat tradisional, tanpa melihat jati diri masyarakat pribumi, sebab JIT anti dengan budaya luar yang tidak sesuai dengan karakter bangsa, dan JIT sebagai penjaga karakter masyarakat pribumi yang saat ini telah dijajah oleh bangsa luar.

 

7. JIT ( Jaringan Islam Tradisional ) menolak adanya Liberalisme maupun isme-ismelain yang bertentangan dengan nilai-nilai kehidupan masyarakat pribumi.

 

8. JIT ( Jaringan Islam Tradisional ) sebagai wadah masyarakat menolak dengan tegas adanya pembunuhan karakter bangsa masyarakat pribumi.Oleh: Khoirul Taqwim

 

JIT (Jaringan Islam Tradisioanal) merupakan wadah kearifan budaya lokal dalam menyikapi kehidupan masyarakat, jadi pandangan JIT terhadap masyarakat tradisional sudah sejalan dengan masyarakat pribumi sejak zaman dahulu kala. dengan konsep tepa selira ( tenggang rasa ) sebagai jalan menciptakan kerukunan antar umat beragama.

 

Terjadinya peperangan antar agama atau antar keyakinan disebabkan adanya ajaran luar yang dipaksakan melalui pembenaran diri tanpa melihat jati diri masyarakat pribumi, untuk itu solusi tentang peyakit masyarakat tidak serta merta mengambil dari bangsa barat maupun bangsa lain.

 

Sejarah sudah menunjukkan bahwa bangsa barat tidak ada itikad baik untuk melakukan perubahan yang konstruk, malah yang terjadi destruktif dalam kehidupan masyarakat. untuk itu JIT (aringan islam tradisional) lahir sebagai wadah memfilter pemikiran barat yang cenderung sampah yang dimasukkan lewat dunia campus (pendidikan) maupun dalam kehidupan masyarakat pribumi (nyata), apalagi liberal yang mengedepankan nilai-nilai ekspansi yang jelas bertentangan dengan masyarakat tradisional.


Liberal mengatakan dia membela minoritas, tetapi minoritas yang dibela adalah masyarakat kapitalis dan masyarakat yang menganggap rendah tradisi pribumi, sebagai masyarakat pribumi sangat menolak pemikiran yang menyudutkan budaya masyarakat pribumi, dan pemikiran Liberal ala barat yang sudah jelas tidak sesuai dengan jati diri masyarakat tradisional (pribumi), merekapun menganggap bahwa masyarakat pribumi yang tidak sesuai dengan pemikiran mereka dianggap mempunyai pola pikir konservatif (kolot ), mereka mencoba meluruskan pemikiran kolot tersebut yang seolah-olah mereka sebagai hakim yang menganggap masyarakat konservatif bersalah dan perlu diluruskan melalui pemikiran mereka, tentu ini menyalahi kebhinekaan yang di bangun bangsa pribumi yang menghargai pendapat orang lain atau mengakui keberadaan kelompok tertentu. Jadi Liberal menganggap bahwa idiologi yang berseberangan dengan dirinya di anggap sebagai pemahaman Konservatif dan Fundamentalis.

 

Yusuf awaluddin memaparkan tentang Masyarakat tradisional dianggap penghambat bagi kemajuan peradaban manusia, khususnya bagi orang Barat dan antek-anteknya. Oleh karena itu masyarakat tradisional harus ditertibkan pola fikirnya mengikuti pola fikir mereka. Sebagai pintu gerbangnya pendidikan telah dijadikan jalur utama untuk menata pola fikir yang sesuai dengan kehendak mereka. Hal itu sebenarnya tidak masalah jika dilandasi dgn semangat kebersamaan dan keadilan. Alih-alih keadilan justru masyarakat tradisional hanya diberikan ilmu pengetahuan sampah, yang dinegaranya sendiri tidak dipakai. Liberarisme, modernisme dan masih banyak lagi ilmu-ilmu sampah yang dibuang di negera kita ini. Lebih parahnya lagi, tujuan mereka hanyalah untuk maling kekayaan SDA kita seraya menjinakan masyarakatnya dgn memberikan terlebih dahulu sampah-sampah ilmu pengetahuan.

 

Sedangkan menurut Revo Jaringan Islam liberal merupakan simbol peradaban barat (imperialisme) yang di gaungkan di negeri kita ( ulil absar abdalla), padahal gerakan JIL tidak sesuai dengan peradaban masyarakat kita yang lebih manusiawi dibanding para liberal, untuk itu Jaringan Islam tradisional dengan segenap pemikiran dan jiwa berupaya menggali dari daerah kita sendiri di banding dari bangsa penjajah.

 

Liberal adalah bentuk penjajahan budaya dan yang lebih menakutkan bentuk penjajahan ekonomi yang lebih mengarah menuju gerakan kapitalisme, inilah yang di bangun masyarakat liberal dalam menancapkan idiologi di indonesia.


Sehingga masyarakat desa pojok-pojok kota tersingkirkan oleh paham liberal, lebih jelasnya jadi korban liberal, untuk itu JIT (jaringan islam Tradisional) berupaya melawan gerakan JIL di negeri kita.

 

Menurut Shalauddin Nusantara Masyarakat tradisional saatnya melakukan suatu gerakan yang lebih memasyarakat (membumi), karena kita tahu aliran Islam yang ada saat ini (JIL), cenderung lupa jati dirinya sendiri, yang malah keterlaluan mengaku diri seorang liberal, padahal dia lahir dari masyarakat timur yang cenderung tradisional, tentu ini menyalahi jati dirinya, sebagai masyarkat yang seharusnya memperkaya diri lewat budaya yang di gariskan sejak dulu kala, malah dia mengadopsi pemikiran barat yang jelas berseberangan dengan pemikiran jati diri bangsa. Kita semua tahu sejarah VOC dengan sistem liberal (kapitalisme) melakukan penjajahan, inilah suatu bukti bahwa bahwa barat adalah bangsa penjajah masyarakat pribumi. Dengan mengambil konsep Liberal, berarti mendukung adanya penjajahan bangsanya sendiri, apalagi Liberal di kaitkan agama, tentu akan menjadi rusaknya esensi agama, khususnya agama yang dianut masyarakat tradisional, jadi siapa yang mengingkari tradisi kelahiran, berarti dia telah hidup di dua lingkaran, jasad pribumi, tetapi pikirannya menjadi penjajah tradisinya sendiri. Kaitan Liberal dengan penjajahan sangat berkaitan, sebab liberal itu sendiri lahir dari bangsa penjajah, inilah yang mengakibatkan rusaknya msayarakat pribumi, baik dari segi sosial, budaya, maupun ekonomi, tentu sungguh ironis keadaan masyarakat pribumi yang menjadi korban liberalisasi yang berujung sistem kapitalisme.

 

Bahkan Yusuf awaluddin dalam pemaparannya mengatakan JIL skrg maju salah mundur apalagi, kesalahan terbesarnya ada pada label LIBERAL itu sendiri. sudah jelas-jelas Wapres boediono yg tidak pernah mengaku neoliberal saja namanya sudah rusak gara-gara diklaim sebagai neo-liberal, tetapi jaringan Islam liberal malah mengaku diri seorang liberal, Tetapi mereka sudah terlambat apabila ingin mundur.

 

Liberal ditolak oleh Jaringan Islam Tradisional karena sudah mengarah kewilayah politik, sosial dan budaya, apalagi masuk kewilayah ekonomi yang sudah dipastikan akan terjadi ekspansi ekonomi kapitalis, siapa yang paling kuat dia akan memenangkan pertarungan ekonomi dan menindas masyarakat yang lemah (terjadi hukum rimba). Tentu ironis apabila paham tersebut terus berkembang dan meluas di negeri kita, pasti masyarakat pribumi akan menjadi tumbal dari gerakan Liberal.

 

Jaringan Islam Liberal melalui pendekatan agama yang seolah2 memberikan angin segar (keselamatan) ternyata mereka hanya membawa kabar kebohongan besar, sebab mereka sendiri menolak ide yang diakuinya sendiri seperti Pluralitas (keberagaman), dengan menghakimi kelompok-kelompok tradisional yang di anggap konservatif dan kelompok-kelompok yang masih percaya mitologi (mistik), mereka mencoba mengahakimi tanpa melihat keberagaman yang terjadi di tengah-tengah kehidupan masyarakat pribumi,  jadi JIL tidak mengakui keberadaan kelompok yang tidak sesuai dengan kepentingannya, tentu itu bertentangan dengan budaya pribumi yang mengedepankan salaing menghargai dan menghormati kelompok-kelompok tertentu.

 

Sedangkan JIT (jaringan Islam Tradisional) lebih arif dalam menyikapi masyarakat yang dianggap JIL sebagai penghambat kemajuan, karena bagaimanapun masyarakat tersebut bagian dari tradisi masyarakat pribumi, itu merupakan perwujudan cara kita menghargai khazanah budaya dan kepercayaan sebagian masyarakat yang mempercayai adanya mitologi (mistik), dan itu merupakan suatu wujud cara kita menghargai sesama manusia, bukan malah menghakimi dan berupaya meluruskan pola pikir mereka yang tidak sesuai dengan kepentingan JIL, sehingga seolah-olah JIL sebagai juru penyelamat, padahal itu merupakan pengingkaran atas kelompok lain, yaitu mengingkari kebhinekaan (keberagaman) masyarakat, bahwa masyarakat tercipta dengan berbeda-beda dalam memahami segala sesuatu lewat jiwa maupun pikiran.

 

Jaringan Islam liberal mengakibatkan adanya kebebasan individu tanpa melihat norma-norma pribumi yang ada dalam kehidupan masyarakat, dalam artian paham liberal secara nyata telah dirasakan masyarakat desa dan pinggir2 kota sebagai korban yang termarginalkan dari paham liberal tersebut, sehingga kemiskinan merajalela dengan adanya liberalisasi dalam kehidupan masyarakat, untuk itulah itulah Jaringan Islam Tradisional lebih memilih menggali budaya dari pribumi sendiri di banding budaya liberal yang jelas-jelas lahir dari rumusan masyarakat barat yang ingin menjajah lewat budaya dan melalui pencucian otak kita yang dijejali dengan dalil-dalil modern.

 

Liberalisasi akan mengakibatkan eksploitasi sumber daya alam secara besar-besaran terhadap kekayaan yang dimiliki masyarakat pribumi, tentunya demi kepentingan masyarakat barat dan antek-anteknya. Dari Tulisan di atas sudah dapat dipastikan sangat merugikan masyarakat tradisional, apabila tidak segera dibendung melalui gerakan yang lebih mengedepankan kepentingan masyarakat pribumi.

 

Yusuf Awaluddin mengatakan Mabok metodologi, begitu julukan yang pas untuk kaum Liberal, seperti halnya para pendahulu mereka. Sekarang mereka (kaum liberal) sedang mabok hermeunetik. Kerancauan nalar mereka tdk terletak pada seperangkat paradigma yang mereka bawa dari luar. Akan tetapi kerancauan fikiran mereka terjadi akbat kekurangan data-data lapangan. Sehingga, ketika mereka berbicara konteks untuk menafsiri teks (selayaknya dlm hermenuetik) sebenarnya mereka telah berbohong, karena tak ada data yg mereka suguhkan. Untuk itulah teks harus dibenturkan dgn data2 lapangan (realitas empiris) sehingga agama bisa dipahami sebagai rahmatan lil alamin.

 

Kerancuan pemikiran  JIL membawa agama yang seharusnya sacral dalam ranah masyarakat tradisional, mereka malah menafsiri secara arogan pembenaran diri (kelompok JIL), tanpa mengakui eksistensi kelompok lain, dengan cara menghakimi kepercayaan pribumi yang bersifat mitologi atau konservatif, dan tidak mengindahkan nilai-nilai tepa selira (tenggang rasa) yang dianut masyarakat pribumi, seharusnya masyarakat tersebut di akui sebagai nilai-nilai kemanusiaan dalam kehidupan beragama, malah JIL ingin memberangus kepercayaan yang di anggap tidak sejalan dengan pemikiran mereka, tentu itu menyalahi konsep pluralitas yang diagungkan mereka sendiri.

 

Pokok-pokok terbentuknya JIT ( Jaringan Islam Tradisional ) :

 

1. JIT ( Jaringan Islam Tradisional ) merupakan suatu bentuk penolakan penjajahan Intelektual, Sosial Budaya, agama, Ekonomi dan segala bentuk penjajahan yang berkedok apapun, tanpa melihat jati diri masyarakat tradisional dan menolak adanya gerakan  penyeragaman lewat pemaksaan dan penghakiman terhadap masyarakat Pribumi.

 

2. JIT (  Jaringan Islam Tradisional ) tak lepas melihat kondisi masyarakat pribumi yang saat ini menjadi obyek perebutan ideologi bangsa barat maupun bangsa lain yang mencoba menjajah dengan pemaksaan dan penghakiman masyarakat pribumi, khususnya masyarakat tradisional.

 

3. JIT ( Jaringan Islam Tradisioanal ) sebagai simbol perlawanan masyarakat tradisional terhadap ketidak adilan dan menolak adanya pengingkaran keberagaman ditengah-tengah kehidupan masyarakat pribumi.

 

4. JIT ( Jaringan Islam Tradisional ) tak lepas dari putaran politik antara Liberal ala barat, dan Khilafah yang didengungkan ala Timur tengah, dan JIT memposisikan sebagai poros tengah antara paham Liberal dan Paham Khilafah.

 

5. JIT ( Jaringan Islam Tradisonal ) sebagai bentuk penolakan paham dari luar yang bersifat imperialisme, dan JIT  sebagai simbol masyarakat pribumi dalam menyikapi keberagaman (Kebhinekaan) di tengah-tengah kehidupan masyarakat dan sebagai simbol perlawanan terhadap Imperialisme (kolonialisme).

 

6. JIT ( Jaringan Islam Tradisional ) lahir sebagai Filter pemikiran luar yang berusaha masuk dalam Tradisi masyarakat, dan JIT menentang keras adanya pergeseran nilai-nilai budaya pribumi yang terus dirong-rong oleh sebagian Idiologi yang memaksakan diri masuk kewilayah masyarakat tradisional, tanpa melihat jati diri masyarakat pribumi, sebab JIT anti dengan budaya luar yang tidak sesuai dengan karakter bangsa, dan JIT sebagai penjaga karakter masyarakat pribumi yang saat ini telah dijajah oleh bangsa luar.

 

7. JIT ( Jaringan Islam Tradisional ) menolak adanya Liberalisme maupun isme-ismelain yang bertentangan dengan nilai-nilai kehidupan masyarakat pribumi.

 

8. JIT ( Jaringan Islam Tradisional ) sebagai wadah masyarakat menolak dengan tegas adanya pembunuhan karakter bangsa masyarakat pribumi.